Aku tidak tahu apakah tulisan ini akan berguna bagi yang membacanya. Bahkan mungkin aku sedang tidak perduli akan manfaat tulisan ini. Maaf. :)
LDR. Looooong distance relationship.
It’s not that simple as I guess before. Oke, sebelumnya—jujur—kalau aku menemukan pasangan LRD dan si cewek berkeluh: LDR itu susah, aku kangen, aku pengen ketemu dia, biasanya ada dia, biasanya pergi sama dia, biasanya cerita sama dia, biasanya aku sama dia bla-bla-bla! Dan—karena saat itu aku tidak pernah merasakan LDR(yang sesungguhnya)—maka responku biasa saja. Cenderung adem-ayem, sambil mengernyitkan dahi dalam hati berkata “Ini cewek lebay banget ya?”
Ok. And now I included to one of that “cewek lebay”. I’m on LDR all ready! In the beginning I think that I can lead this relationship well. First day, second day, day by day in first week I realy felt OK! I optimistic that I will! I’m a independent woman, I will lead it easy. But, it not go along way. Hahaha, I just too confident with my self. Coz in the fact? I’m not that strong, I’m not that patient, I cry for him, I wake up in the midnight, I don’t know. Feeling like edgy, sensitive,feels like not his important thing anymore. Sad!
Orang bilang kalau LDR itu kuncinya percaya sama pasangan masing-masing. Masuk akal! Secara fisik dia tidak akan bisa kita lihat, tapi tetap bisa dirasakan. Aku mengikuti resep sukses LDR ini. Aku percaya sama dia, aku yakin dia tidak akan melakukan hal aneh-aneh yang akan menyakiti hati orang yang merindukan dia di sini. Aku percaya dia, sepenuhnya percaya. Dan percaya kalau dia juga akan jaga kepercayaan aku ini.
Komunikasi! Kata ibu-ibu arisan (y), setiap hubungungan itu harus memiliki komunikasi yang baik dengan pasangan. Aku mulai rancu dengan kata-kata komunikasi yang baik. Standartnya apa coba? Harusnya aku Tanya sampai tuntas tentang komunikasi ini. Bisa dibilang baik/buruk dari mana? I don’t know. Yang jelas kalau aku sama dia sering ngobrol. Sms atau telepon. Lama? Iya dulu, tapi kayaknya sekarang sudah tidak segitu lamanya. Eh, tapi kabar baiknya: komunikasi dengan pasangan yang berkualitas itu tidak dilihat dari seberapa lama kita teleponan atau seberapa banyak nama do’I di inbox kita. Terus? Aku rasa komunikasi yang baik itu jika setiap hari kita bisa membangun relasi kita semakin baik—walaupun jarak memisahkan—dan semakin membawa hubungan jadi dewasa. Bisa dengan saling menceritakan kegiatan masing-masing hari itu dan apa sih yang pasangan itu dapat selama seharian beraktifitas. Hasilnya seharian itu apa, terus di share biar pasangan di sana tahu apa yang kita alami hari itu. Setiap hari juga bukan hari yang penuh kegembiraan! Ada hari sibuk, ada hari lelah, ada hari gak mood, ada hari males, ada hari sedih, ada hari sakit, ada hari marah, etc, itu semua yang harusnya diceritakan. Huft!
Bagaimana kalau komunikasi memburuk? Emh, sebenarnya ini bukan alasan kandasnya hubungan pacaran, bukan juga alasan untuk break, bukan juga alasan untuk berjarak dengan pasangan. Komunikasi seharusnya bukan halangan besar buat pasangan yang LDR bahkan yang sedang tidak LDR juga. Ketika komunikasi memburuk, hati kesal, penuh curiga dan penasaran. Ingatlah saat-saat kita memilih dia untuk menjadi pasangan kita. Apa yang mendasari kamu berpacaran/bertunangan/menikah dengan dia? Apa visi kalian bersama-sama? Kadang kita lupa meletakan dasar ini diurutan nomer satu dalam perinsip berpacaran. Teman aku banyak yang putus dengan pacarnya karena komunikasi mereka sudah buruk. Haloooo? Yang buruk bisa kita perbaiki! Menara WTC saja bisa tinggi lagi setelah dihancurkan "pesawat nyasar". Apa lagi hanya komunikasi. Apa sih susahnya bicara jujur satu sama lain?
Gampangkan teorinya? Berbagi cerita sebentar. Saat ini masalah yang sedang aku dihadapi dalam LDR adalah merasa kualitas komunikasi dengan pasangan memburuk. Karena jarang telepon atau sms? Bukan itu masalah aku! Aku hanya sulit mengontrol emosi, kadang berspekulasi dengan pikiran sendiri. Bahaya? Iya jelas laaaah! Tidak mendapat apa yang aku harapkan pasti--em, aku sedih, marah sama dia yang di sana, nangis sendirian di kamar! But it’s not a big problem. Aku dan dia harus sama-sama menyadari masalah kecil ini dan segera menyelesaikannya.
Apa masalah dengan pasanganmu saat ini? Cepat selesaikan! Eh, tapi kalau masalahnya sudah menyangkut visi kedepan yang jauuuuuh berbeda, keyakinan yang—memang harus—dipeluk erat2 oleh kedua pihak, ya udah sih direlakan saja untuk berakhir. Jangan buang-buang waktu untuk hal yang kemungkinan besar akan sia-sia.
Sekian! :)
hope this note will give u another understanding
Sabtu, 25 Juni 2011
Langganan:
Komentar (Atom)