Rabu, 28 Desember 2011

Selamat Hari Natal

Siapa yang merayakan natal??? *ngacung*

Yup. Sebagai umat kristiani, saya ikut merayakan tanggal yang diperingati sebagai hari lahir Yesus. Walau sebenarnya tidak ada yang tau pasti kapan Tuhan Yesus lahir, 25 Desember adalah tanggal yang—bukan diyakini—dipilih untuk memperingati kelahiranNya.

Sebenarnya kalau dilihat dari sejarah yang ditulis dalam Alkitab, hari kelahiran Yesus tidak jatuh di bulan desember. Tapi di bulan maret atau april. Kok bisa? Ya bisa lah! Penjelasannya panjang, jadi kalau ada yang mau tau silahkan ikuti pendalaman Alkitab di gereja atau persekutuan masing-masing ;) hehehe.. karena saya juga dapat dari hasil PA.

Anyway, bukan itu yang mau saya bahas. Sebenearnya ini sudah lewat dari tanggal 25, TAPI baru sempet tulis panjang lebar n posting ke blog sekarang. Kenapa??? Karena tamu yang dating ke rumah banyaaaaak sekali. Tetengga di rumah, saudara-saudara, temen kantor nyokap, temen bokap, anggota dari kantor lama bokap, anggota dari kantor bokap yang lebih lama, adek-adek tingkat saya, n terkahir temen-temen adek saya. Dan tamu terakhir ini lah yang menghabiskan persediaan “menu makan berat” di rumah.

Entah sejak kapan di rumah saya ada tradisi: menyediakan makanan berat buat tamu yang datang. Natal di tahun-tahun sebelumnya nyokap selalu sibuk di dapur buat bikin lontong cap gomeh. Padahal saya sama sekali gak ada garis keturunan tionghoa. Walaupun rasanya enak, tapi proses membuat lontong cap gomeh itu mengganggu damai natal di keluarga saya, khususnya kedamaian di hati saya. Kenapa bisa begitu? Karena membuat semua kacau di hari yang semestinya kita memperingati kelahiran Yesus, merenungkan pengorbanan Allah yang turun menjadi manusia, fokus kebaktian di Gereja, dan mempersembahkan hati juga pikiran untuk ibadah. Bukan malah benar-benar memposisikan diri “di bawah kaki Yesus”, eh ini malah sibuk sendiri sama “urusan dapur”. Pernah di suatu 25 desember nyokap gak pergi ibadah natal dengan alasan masakannya belum jadi. Dan bokap jadi senewen. Tuh kan udah ga bikin hati damai. Nah saya sendiri juga jadi gak damai gara-gara kepikiran belum beli lontong, piring-piring yang belum di keringkan, telur rebus yang belum di bagi dua, dll. Cuman gara-gara lontong cap gomeh aja bikin natal jadi kehilangan makna!

Nah, sama seperti yang keluarga saya lakukan dalam memperingati natal, kebanyakan umat Kristen lainnya juga sepertinya begitu. Saya rasa kami sedang kehilangan esensi natal dan malah menjadikan natal sebagai celebrasi yang tidak semestinya. Saya yakin di kota-kota besar selalu ada agenda perayaan natal. Mungkin juga hall-hall megah di hotel-hotel sudah full booked untuk perusahaan-perusahaan yang akan merayakan natal. Tidak ada salahnya merayakan hari kelahiran ini, yang salah adalah ketika sekian puluh bahkan ratusan juta rupiah terbuang sia-sia tanpa mengundang jiwa-jiwa baru masuk dalam kerajaan Allah. Apa sih yang bisa kita dapat dari kegiatan: duduk di kursi penonton dan hanya menyaksikan penyanyi-penyanyi melantunkan lagu-lagu natal, dan mungkin beberapa aktor opera sabun mengisi drama khas natal? Tidak ada firman, tidak ada makna dibalik natal, dan tidak ada “undangan” bagi jiwa-jiwa baru. Yang kita dapat hanya kesenangan karena hiburan-hiburan yang bisa kita nikmati sepanjang perayaan.

Saya rasa Tuhan Yesus tidak pernah meminta hari kelahirannya dirayakan bak raja-raja dunia. Yang Dia titipkan dalam AlkitabNya adalah bahwa kita harus menjadi garam dan terang dunia, membawa bangsa-bangsa menyembah Dia. Apa artinya bersenandung lagu Gereja jika tidak ada gereja dalam hati kita. Apa artinya bersorak sukacita karena 25 desember akhirnya datang jika kita tidak mengenal siapa Dia yang telah lahir—meskipun sebenarnya bukan ditanggal itu—dalam sengsara.

Saya pernah menjadi panitia natal di 2 lingkungan berbeda. Saya pernah merasakan merancang acara natal untuk tujuan yang benar-benar mengenalkan siapa Tuhan yang telah sengaja menjadi manusia dan memperlihatkan apa yang bisa kita lakukan untuk merayakan natal sekaligus menyenangkan Tuhan. Saya juga pernah merancang suatu perayaan megah dan mahal (tentunya) hanya untuk memberitahu semua orang bahwa kami sedang natalan! Sama-sama membutuhkan biaya yang tidak sedikit, sama-sama mengeluarkan banyak tenaga, tapi saya merasakan kepuasan yang berbeda. Acara perayaan natal megah saya berjalan cukup lancar, mendapat banyak pujian, dan dicap sebagai acara natal paling baik yang pernah dibuat di tempat itu. Tapi hati ini tidak puas karena semua itu hanya menghamburkan uang. Sedangkan perayaan natal se-Kota dengan konsep seminar natal dengan tujuan menyadarkan pemuda Kristen untuk berkarya bagi bangsa Indonesia dinilai tidak berjalan sesuai harapan karena sedikit peminat. Ya, dari 1000 orang yang diundang, hanya hadir sekitar 300an orang. Sedih? Pasti! Tapi saya tau saat itu panitia tidak bekerja sia-sia. Ada 300an orang yang mendapat materi luar bisa dari pembicara yang kami hadirkan.

Ketika saya lulus kuliah dan tidak terlibat kepanitiaan natal apa pun, ibu memberitahu tentang dana untuk perayaan Natal Kota. Wow! Angkanya luar biasa..tapi tetap saja acaranya begitu-begitu. Bintang tamunya lah, makanannya lah, gedungnya lah..errrrrghhh! Buat apa?! Buat kasih tau kalo mereka sedang natalan?! Seluruh dunia juga tau kalo orang Kristen pasti natalan! Ayolah kita sama-sama keluar dari perayaan yang berlebihan. Bikin sesuatu yang tidak sia-sia. Uang segitu banyaknya hanya dihabiskan untuk sewa sound system, bayar bintang tamu, sewa gedung, konsumsi yang mewah?? Apakah para undangan yang hadir di pesta semacam itu akan merasakan damai sukacita natal yang awet di hatinya? Natal memang sudah tercampur dengan berbagai budaya kita, tapi kita masih bisa kembalikan arti kelahiran Sang Juruselamat dunia. Dia datang bukan untuk diperingati, tapi untuk memperingatkan kita akan kasihNya yang tak bisa dibatasi oleh apa pun.