Rabu, 09 Mei 2012

Fashionologi



Segores pensil
Aku belum pamer ya di blog ini kalau sekarang aku sedang kuliah (lebih tepatnya pendidikan profesional singkat) di bidang Fashion. sudah hampir 5 bulan. Ya, setelah bosan mencari pekerjaan yg cocok :p. Enggak juga sih, sebenarnya sebelum mengambil S1 Management, aku pernah sangat ingin ambil kuliah design. Sayangnya waktu itu aku tidak dapat dukungan.
Berhubung aku tertarik dengan bidang ini, dan ingin menjadi profesional dibidang ini, maka (mungkin) bisa aku mulai dari blog ini ya.

Fashionologi
Di dunia ini semua hal berubah dan berkembang. Yang paling tampak adalah teknologi yang diciptakan manusia. Bukan hanya teknologi yang terus berkembang, tapi juga fashion. Bicara soal fashion, aku tidak sedang membicarakan pakaiannya saja, tapi semua hal yang digunakan manusia di tubuhnya. Misalkan saja perhiasan, topi, assesoris rambut, sarung tangan, sepatu, tas, sandal, dompet, jam, bahkan sekarang (di Indonesia, entah di negara lain bagaimana) berkembang hingga kawat gigi. Bayangkan suatu saat nanti ada butik yang menyediakan assesoris gigi dan banyak orang yang membelinya karena itu tampak keren (Sekarang juga sudah ada lho di online shop).

Fashion mememang identik dengan pakaian atau wear. Seorang murid atau mahasiswa design akan diajarkan membuat rancangan pakaian, serta segala sesuatu yang akan menunjang penampilan seseorang yang akan menggunakan pakaian tersebut. Entah itu kalung, sepatu, tas, topi, dll. Tapi bagian utama yang harus diciptakan terlebih dahulu adalah busananya. Busana sendiri memiliki beberapa prinsip dan unsur yang harus diolah untuk menjadi satu kesatuan yang sempurna. Seorang perancang berhak melakukan apa saja terhadap rancangannya, namun tetap harus mengacu pada prinsip-prinsip dan unsur-unsur yang ada. Jika tidak, bersiap-siaplah untuk melihat suatu rancangan yang kacau.

Prinsip dan unsur itu tidak banyak, tapi cara memahaminya yang butuh space otak yang lumayan boros. Disini letak tantangan seorang designer. Kita harus bisa menyatukan keindahan busana yang ada dalam bayangan kita dipadu dengan prinsip dan unsur yang cocok dimasukan dalam rancangan busana. Baru kemudian dituangkan dalam sebuah gambar utuh.

Tetapi dalam prakteknya mungkin teori-teori tentang prinsip dan unsur dasar busana ini agak terabaikan. Karena pada kenyataannya banyak perancang busana yang tidak atau lupa menggunakannya. Hasilnya ya rancangan yang diciptakan tampak tidak pas, tidak cocok, dan juga aneh. Aku sedang tidak mengejek siapa-siapa, karena aku sendiri kadang lupa dengan teori-teori yang saya pelajari dan hanya sekedar menggambar apa yang ingin saya buat. 

Selain harus menangkap dengan matang tentang prinsip dan unsur dasar busana, seorang desainer sebaiknya tidak meninggalkan etika dan keindahan ketika membuat rancangan pakaian. Karena ketika etika dan keindahan berpakaian dilupakan, hanya berfokus pada keinginan manusia serta mengikuti jaman, maka untuk apa ada seorang perancang busana? Seorang perancang tidak berguna, yang ada hanyalah tukang gambar, tukang kain, dan penjahit. 

Kamis, 03 Mei 2012

Mungkin Ini Yang Dikatakan Galau

Inget banget deh dulu waktu masih kecil mikir  pengen cepet2 jadi orang gede biar bisa ngapa2in sendiri. Kayaknya enak banget jadi dewasa, bisa nentuin semuanya sendiri. Tapi sekarang udah seumur gini malah iri pengen jadi anak kecil lagi. Hidupnya enak, lempeng2 aja gitu, asik bisa sepedahan sore2, lari2an, ketawa2 sama temen2nya.


Waktu sekolah pengen cepet2 kuliah. Kayaknya enak ga pake seragam, bisa pilih pelajaran yg disukain aja, bisa punya temen dari mana2. Tapi pas kuliah malah ngeluh2 pengen kayak anak sekolah lagi. Di kuliahan keliatan banget mana yg temen mana yang parasit!


Pas masih kuliah pengen cepet2 lulus, biar bisa cari kerja. Ealah, pas udah dapet kerja ribet pengen resign gara2 ga cocok-malah pengen kuliah lagi. Bos geje, kerjanya rodi, pengen kuliah ajaaa!!


Pas masi single pengen punya pacar, soalnya udah ngerasa butuh pasangan. Giliran pas di-PDKT-in gerah ditarik-ulur. Iri sama yg udah jadian. Eh, waktu udah pacaran malah pengen dirayu2 kayak waktu masih PDKT. (jangan2 ntr kalo udah nikah, malah pengen kayak masa2 pacaran).


Kenapa ya kita kadang suka membandingkan situasi sekarang sama situasi yg lampau? Waktu kita ada di waktu sesungguhnya, kayaknya sulit melihat kenyamanan di masa itu. Sedangkan kita dengan gampangnya pengen mengembalikan atau mempercepat waktu (walaupun ga akan mungkin terjadi).


Published with Blogger-droid v2.0