Rabu, 25 November 2009
no more jago kandang
sesi evaluasi diri..
iya, aku memang tidak cukup berani untuk "berperang"
kenapa? sia-sia semuanya itu kalo hanya disimpan dalam kotak kecilku ini
sia-sia kalau tidak ada aksi yang aku buat.
kebenaran macam apa yang bisa kau berikan
kesaksian macam apa yang mau aku beritakan
karena kebenaran itu bukan untuk aku saja, mengapa tidak aku memberanikan diri untuk bersaksi.
aku ini rendah hati atau rendah diri ya???
Bapa...seharusnya aku mengkoreksi ini sejak dulu.
mengapa baru sekarang.. lemod banget sih aku ini T.T
kenapa orang lain berani bersaksi atas nama-Mu, dan sedangkan aku asik sendiri menghias kandangku. mengapa aku tidak mengabarkan injil pada yang lain..
malu jadinya...
malu karena selama ini terlalu pengecut!
malu karena nggak mau mencambuk diri sendiri
malu karena terlalu asik mengatasnamakan kebersamaan
untuk apa aku belajar n mengerti kebenaran-Nya kalau hanya untuk aku timbun..
harus berapa buku catatan yang aku habiskan dan hanya aku simpan di lemari??
hmm...ayo bano.. pikirkan ini!!! start for now...
latih dirimu, ajar dirimu, lengkapi terus!! Tuhan mampukan laskar kecil-Mu yang lemah ini. pakai aku untuk pekerjaan-Mu, BApa..
Senin, 23 November 2009
Cari Pasangan Hidup (di TV) Bukan Lagi Privacy
Jujur saja, satu minggu ini aku sering banget nonton TV dari pada duduk sambil baca buku atau di depan leptop buat internetan. Terus apakah yang aku dapatkan dari nonton TV? Sekedar hiburan saudara-saudara..eh, nggak ding, pas banget TV “berita” (baca: metro TV, dan TV one) lagi rame-ramenya ngebahas perseteruan cicak vs buaya. Nonton yang beginian nih yang bikin otak eror malem2. hehehe
Hmmm..tapi yang mau dibicarakan disini kukan masalah politik itu, ga usah berat-berat lah. Lagi pengen comment dikit tentang maraknya tayangan reality show yang bertemakan “pencarian jodoh”. Beberapa judul yang aku tau aja ya ada Take Me Out dan Take Him Out yang dipandu oleh idolaku, si tampan Choky Sitohang. Hehehe. Ada pula Cit-Cat—yang baru saja q lihat—singkatan dari cari ibu tiri-cari ayah tiri. Terus dulu—ga tau sekarang masih ada atau enggak— ada judul2 lain seperti “truck cinta”, “kontak jodoh”, “cinta lokasi”, “makcomblang” yang kesemua judul itu tayang di tiga stasiun TV yang paling sering ditonton masyarakat.
Bagaimana pun si creative team-nya menyusun konsep acara tersebut, koq aku ngeliatnya tetep aja reality show tersebut menyuguhkan satu paradigma baru pada masyarakat, yaitu: “mencari pasangan itu simple, bahkan bisa dalam hitungan menit saja”.
Lihat saja acara yang dipandu abang tampan saya itu (baca:take me out atau take him out), saya amati, setiap wanita yang memiliki penampilan menarik, dia akan bisa pulang dengan membawa satu pria yang dipihihnya. Dan pria yang memiliki penampilan menarik dan atau memiliki pekerjaan yang menjanjikan untuk masa depan, dia pun akan menggandeng seorang wanita yang dipilihnya. Mereka mengenal hanya dengan perkenalan singkat diawal kemunculan sang single lady/man, itu pun hanya dari 1 pihak. Memang dalam ajang itu penampilan fisik sangat-sangat menentukan! Setelah itu ada pengenalan tentang profesinya. Tindakan ini berlaku untuk kedua acara ini, dan yang terlihat tidak begitu menarik akan ditolak saat itu juga. Balutan busana membuat mereka lebih berkelas, tatanan rambut, sepatu, pengenalan tentang pekerjaannya membuat sebagian besar penilaian hanya berdasarkan pada materi dan tampak fisik.
Kalo aku perhatiin acara ini koq lucu ya, bisa ya memilih orang sesingkat itu. Apa yang jadi pertimbangan utamanya ya? Bagaimana mereka masing2 melihat kehidupan rohani dan personality yang harusnya menjadi yang terpenting dalam memilih pasangan. Dimana esensi relasi antara wanita dan pria yang seharusnya? Bagaimana bisa tau latar belakangnya, visi pribadi itu kedepan, karakter, sifat, tempramen, dll—istilah orang jawa *bibit-bobot-bebet*?
Apakah sudah seputus asa itu sehingga mencari jodoh saja harus ditayangkan di depan penduduk Indonesia? Memang cara mencari pasangan yang seperti apa yang mereka pahami sehingga bisa menemukan orang yang dia ijinkan nge-date bersamanya hanya dengan hitungan menit?
Saya sedang mengamati budaya apa yang sedang merambat dalam masyarakat Indonesia. Paradigma ngawur macam apa lagi yang meracuni otak-otak generasi muda? Hmmm… reality2 show kayak gini kan gampang banget narik perhatian masyarakat, dan khususnya remaja yang beranjak dewasa. Tak dipungkiri, saya termasuk di dalamnya, walau saya ga suka dengan konsep acara2 seperti ini, tapi tayangan seperti ini sedikit-banyak sudah menyita perhatian saya. Walaupun saya menilai dengan sebelah mata terhadap peserta acara2 reality show seperti ini, tapi tetep aja ada rasa penasaran dengan “apa yg akan terjadi”. Karena alasan2 itu jadi sesekali saya menonton tayangan ini. Ya akhirnya toh produsen ga perduli bagaimana tanggapan orang yg penting acaranya jalan terus dan banyak yg nonton, lbih bnyak sponsornya, semakin banyak juga yg masuk kantong mereka! Tak bisa membanyangkan jika tayangan ini menjadi acara favorot masyarakat Indonesia dan mulai mengikuti “cara instan” yang dikenalkan dalam acara ini.
Senin, 09 November 2009
Sahabat Mulia
Aku menyayani sahabatku seperti menyayangi diriku. Hal ini terbukti. Kini aku terpisah jarak dengan Mulia, sahabatku sejak kecil, namun kami tetap berkomunikasi dengan baik. Walau tidak setiap hari. Kami yang selalu satu paket, ternyata tidak untuk selamanya bersama.
Pagi itu aku siap-siap pergi ke kantor untuk sebuah acara baru. Ya, ini tayangan perdana, aku yang terlibat sebagai tim sangat sibuk mempersiapkan acara ini. Dengan gesit aku berlari kecil karena dikejar waktu. Untung sebuah bus kota langsung berhenti begitu aku sampai di halte. Masih ada bangku kosong, aku duduk di situ lalu menarik nafas panjang dan mencoba membuangnya pelan. Tiba-tiba handephone di saku celanaku bergetar. Getar dari handephone itu membuat aku risih, tapi panggilan itu tidak aku angkat. Karena akan percuma mengangkat panggilan telpon di dalam bus, akan sulit terdengar. Sejenak getarannya berhenti, tapi tak lama bergetar lagi. Berhenti lagi, namun lagi-lagi bergetar. Begitu terus menerus sepanjang perjalanan ke kantor.
Ketika di kantor suasana di studio memang sangat sibuk. Seperti halnya sebuah perkenalan, penilaian pertama itu begitu penting. Aku dan seluruh kru dalam acara ini berusaha sebaik mungkin dan sekecil mungkin melakukan kesalahan. Bahkan bila mungkin, kami semua tak akan melakukan kesalahan sekecil apa pun.
Oya, aku ingat HP di saku celanaku yang selama perjalanan sedikit mengganggu. Aku mengambil si kotak kecil canggih itu, ingin cepat mengetahui siapa yang tadi menelponku heboh. Di layar HP tertulis “18 misedcall”, begitu kutekan perintah “view” maka tampaklah nama Mulia sebagai penelponnya.
“Tam, coba kamu cek e-mail yang datang sampai hari ini!” tiba-tiba mbak Vero, SPV-ku memerintahkanku untuk memeriksa e-mail yang datang untuk divisi kami. Biasanya ini bukan tugasku. Aku membuka computer kantor yang sudah dilengkapi fasilitas internet. Di tempat kerjaku internet bukanlah hal asing lagi. “Tam, sekalian cari artikel tentang tingkat stress anak muda jaman sekarang. Tolong cari yang agak berbobot, buat nambah-nambahin materi MC program nanti siang. Materi yang ada masih kurang soalnya,” pinta mbak Vero padaku. “Sip!” seruku sambil mengacungkan jempol.
Menit demi menit terlewati dalam kesibukan di studio. Program perdana hari ini cukup menguras tenaga dan emosi tiap kru. Namun kami lega setelah acara ini berhasil ditutup dengan mulus, tidak ada gangguan teknis, dan semua berjalan lancar. Beberapa telpon dan SMS yang masuk kebanyakan menyatakan puas dengan tayangan perdana ini. Comment di situs pertemanan yang kami buat juga membuktikan bahwa kerja kami di awal tayangan ini menyedot perhatian penonton. Wah, aku ikut puas. Menyiapkan acara ini sangat menyita waktu dan pikiran, mudah-mudahan minggu depan berjalan selancar ini juga.
Sebagai bentuk apresiasi, produser kami mengundang semua kru untuk makan siang sebuah restoran jepang. Karena tak ingin ketinggalan makan siang bersama, aku segera menyelesaikan pekerjaanku. Sebentar, Mulia, aku sedang ada pekerjaan. Ah dia pun memaklumi kesibukanku di sini. Batinku sambil meneruskan pekerjaanku. Aku berencana untuk menghubungi Mulia setelah makan siang saja.
Setelah makan siang aku kembali ke kantor, aku tak bisa menelpon Mulia setelah makan siang karena HP-ku tertinggal di kantor. Begitu sampai di kantor, cepat-cepat aku mencari HP-ku. Namun sebuah notes langsung memalingkan perhatian. “Tammy, ditunggu rapat untuk tayangan minggu depan, di ruang Mba Vero. Jam 2pm.” Begitu isi notesnya. Aku melirik jam tangan, ini sudah pukul 01.45 wib, dan aku belum mempunyai ide apa pun. Aku memutuskan mengundur waktu lagi untuk menghubungi Mulia. Aku tak akan punya waktu mencari ide bila aku menelpon Mulia sekarang. Aku akan menelponnya setelah rapat usai.
Rapat siang itu tidak selama rapat untuk tayangan perdana hari ini. Ada beberapa ide menarik yang akhirnya dirumuskan untuk tema minggu depan. Kali ini aku akan mencari narasumber. Sedikit menyita waktu, ini tugas yang paling tidak kusenangi. Agar tak nenumpuk, beberapa pekerjaan ku coba selesaikan hari ini, termasuk mencari narasumber dan targetku akan menghubungi mereka besok. Huh, sepertinya aku akan menelpon Mulia nanti saja di kostan, setelah semua pekerjaan hari ini selesai.
Akhirnya sampai di kost, aku langsung menikmati kasurku yang terasa lebih empuk hari ini. Aku lelah sekali. Selesai mandi, aku berbaring-baring lagi di kasur. Hingga akhirnya aku ketiduran dan tidak jadi menghubungi Mulia.
Keesokannya aku dibangunkan pagi-pagi sekai oleh sebuah panggilan dari HP-ku. Nomer rumah Mulia. Hah? Cepat-cepat ku angkat.
“Ada apa, Mul? Kok tumben pagi-pagi telpon?” tanyaku setengah tidur.
Tak ada jawaban dari sebrang. Sesekali aku mendengar isakan yang tak begitu jelas. Berkali-kali kutanya ada apa. Namun tak juga ada jawaban. Aku semakin penasaran. “Mulia, kamu kenapa?” tanyaku lagi tak sabar.
“Nak…” akhirnya sebuah suara terdengar leih jelas. Namun itu bakan Mulia, itu ibunya.
“Ada apa,Tante?” Tanyaku mulai kawatir.
“Mulia baru saja meninggal, bunuh diri. Hanya ada sepucuk surat. Dia hamil dan ditinggal kekasihnya…” dengan susah payah tante menceritakannya.